Selasa, 31 Januari 2017

SAY NO TO “MANJA”

https://www.pinterest.com/ykselezgi/hijab/
Manusia dilahirkan ke dunia untuk beribadah kepada Allah SWT dan berjuang untuk kehidupannya. Perjuangan yang dimaksud adalah tidak mudah mengeluh dan berputus asa. Pada hakikatnya, di dalam diri setiap manusia memiliki kekuatan yang luar biasa hebatnya. Hanya saja sering kali kita tak menyadari akan hal itu. Lebih sering cepat berputus asa, sedikit-sedikit mengeluh bahkan bosan atas ujian yang diberikan oleh Allah SWT. Ketahuilah bahwa Dia tidak akan menguji seseorang di luar kemampuannya. Hal tersebut sudah dijelaskan dalam surah Al-Baqarah ayat 286 sebagai berikut.

Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat (pahala) dari (kebaikan) yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang diperbuatnya. (Mereka berdoa), “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak kami sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir.”

Bercermin dari dalil tersebut, pernahkan Anda berada pada suatu masa sulit atau berat? Dimana pada posisi tersebut dapat menguras emosi karena terjadi tekanan batin, pikiran hingga materi. Tapi setelah itu, apa pernah merenungkan bahwa ternyata kita mampu melewatinya? Ya begitulah kita, manusia yang terbiasa mudah panik bahkan yang lebih parah lagi sering mengatakan Allah SWT tidak sayang. Ketahuilah bahwa di balik ujian atau kesulitan pasti ada kemudahan. Yakinlah bahwa ujian pun merupakan salah satu cara Dia menghapus dosa-dosa kita.

Allah SWT menguji hamba-Nya bukan tanpa sebab, Dia ingin kita selalu dekat dengan-Nya. Sebuah tanda cinta Tuhan kepada umat-Nya, tapi sering disalah artikan bahwa Tuhan membenci umat-Nya. Mengangkat derajat bagi mereka yang sanggup melaluinya karena ujian yang diberikan berbeda-beda antara makhluk satu dengan makhluk yang lainnya. Katakan tidak pada sikap manja, mengajarkan kita menjadi hamba yang kuat. Mampu menghadapi segala macam ujian yang diberikan. Mari bersama kita menjadi manusia yang tidak manja ketika ujian hidup datang menyapa, karena sesungguhnya Allah SWT menyayangi dan sangat dekat dengan seluruh hamba-Nya tanpa terkecuali.

Re-post : dhianitha_12

Senin, 16 Januari 2017

Bagaimana Saya Mengenal FPI?


https://www.merdeka.com/peristiwa/ahok-ingin-semua-ormas-anarkis-termasuk-fpi-dibubarkan.html
PERINGATAN
Catatan pada unggah blog ini tidak ada sedikit pun maksud menyinggung pihak manapun, termasuk organisasi masyarakat (ormas) Front Pembela Islam (FPI). Hanya berisi kisah pertama mengenal, mengetahui dari media massa, serta pengalaman belaka.

Tahun 2011
Sebuah film layar lebar berjudul Tanda Tanya karya Hanung Bramantyo tayang serentak di bioskop seluruh Indonesia. Sebagai penggemar beliau, tak ada salahnya untuk menyaksikan trailer atau sinopsis film sebelum memutuskan nonton. Sepintas memang terkesan seperti film rohani Nasrani, karena ada suara lonceng dan lagu pujian gereja. Belum puas, saya memutuskan untuk browsing sinopsis. Ternyata mengisahkan tentang kehidupan sehari-hari kita. Merasa hidup dalam toleransi, film satu ini wajib ditonton. Saya pun meluangkan waktu sambil menyisihkan uang jajan pemberian dari orang tua. Secara pribadi, tiket bioskop memang sangat mahal. Mengingat uang saku hanya cukup untuk transportasi serta makan seperlunya di sekolah. Sebuah perjuangan yang cukup berat. Naik bus Damri jurusan Tanjung Perak ke Tunjungan Plaza dengan ongkos yang sebenarnya di luar dugaan. Mahal? Tentu saja, karena mengenakan baju bebas sepulang sekolah. Sehingga wajar jika dianggap sebagai penumpang umum dengan tarif normal.
Beberapa hari kemudian, media elektronik televisi channel infotainment dan beberapa tayangan berita mengabarkan tentang penayangan film Tanda Tanya. Rupanya ada laporan tentang ceritanya yang dianggap memurtadkan umat Islam bahkan disebut-sebut sebagai film kafir.Tidak layak ditonton. Wajah dari pihak Majelis Ulama Indonesia (MUI) muncul dan memberikan himbauan secara sopan dan santun atas himbauan tersebut. Sebaliknya, ada salah satu organisasi masyarakat (ormas) atas nama agama Islam mengecam secara keras. Larangan mereka terdengar sangat fasih dan vokal sekali.
"Siapakah mereka? Berani-beraninya mengecam dengan kasar?" bergumam dalam hati dengan perasaan penasaran.
Oh, rupanya Front Pembela Islam (FPI) dengan penampilan garmis serta sorban berpuasa serba putih. Sangat terkejut mengetahui bahwa mereka ormas atas nama agama, tapi suara mereka tidak mencerminkan orang beragama. Keras dan memaksa. Anggota FPI seluruh Indonesia siap melakukan pemboikotan bioskop. Jika film layar lebar tersebut tidak segera turun layar atau ditarik dari bioskop. Menyatakan akan mendatangi seluruh bioskop yang memutarnya. Memaksa penonton untuk tidak menonton. Bahkan calon penonton pun diberi peringatan secara keras. Melalui media elektronik televisi menyatakan bahwa film berjudul Tanda Tanya karya Hanung Bramantyo merupakan film yang memurtadkan umat Islam. Bagi yang sudah atau memaksa diri menonton dianggap KAFIR. Sangat sadis! Sejak saat itu, saya mengenal ormas FPI.

Perayaan Natal
(Kejadiannya masih pada tahun yang sama seperti cerita di atas, berikut kisah yang pernah saya alami.)

Natal merupakan hari raya umat Nasrani. Mereka akan bersuka cita dalam menyambutnya. Bagi umat Muslim, jauh saat zaman Rasulullah SAW memang sudah dilarang untuk mengucapkan Selamat Natal. Begitu juga dengan penggunaan atribut yang bernuansa perayaan sakral tersebut. Lagi-lagi, ormas FPI berbuat keributan di tengah sosialisasi Fatwa MUI tentang perayaan Natal bagi seorang Muslim. Mereka melakukan swepping pada pusat perbelanjaan. Mengincar topi Santa yang dijual atau dikenakan oleh umat Islam. Tidak masalah kalau sekadar melakukan swepping sambil bersosialisasi dengan menegur secara sopan dan santun, tapi nyatanya ada sedikit perlakuan kasar. Beredar kabar, toko penjual atribut Natal dirusak bahkan tak segan melakukan kekerasan secara fisik terhadap pengunjung. Sungguh sangat disayangkan, ketika niat baik melakukannya justru menjadi ajang pemaksaan disertai kekerasan.
Seorang sahabat sempat mengungkapkan keresahannya. Saya pun mencoba menenangkannya. Kejadian swepping tersebut menjadi awal mula terjadinya konflik ringan antar pemeluk agama. Bersyukur tidak sampai berkepanjangan, karena saat momen tahun baru semua kembali seperti sedia kala. Kejadian serupa pun kembali terjadi ketika menjelang perayaan Natal bahkan hingga sekarang. Bedanya, kini masih bisa diatasi. Mengingat semakin banyak masyarakat yang tidak mudah terprovokasi aksi swepping atribut Natal. Angin segar bagi dunia untuk saling menghormati. Walau tidak sedikit sindiran dari sesama Muslim yang dianggap over dosis toleransi kepada non-Muslim. Dan ternyata ormas FPI memang begitu, maksudnya memiliki sikap tidak mencerminkan umat Islam sejati.

Minggu, 15 Januari 2017

Saya (Bukan) Pembenci Ulama

http://www.tribunnews.com/nasional/2017/01/15/kapolri-tidak-akan-temui-massa-fpi-yang-demo-mabes-polri-besok
Krisis di sosial media semakin memprihatinkan kala isi konten penggunanya menyinggung SARA atau RASIS, menyebar berita bohong dan palsu (hoax), hingga ungkapan kebencian (hate speech). Nama agama Islam pun tercoreng berat dengan sikap penolakan keras nan anarkis salah satu organisasi masyarakat (ormas) atas nama agama. Sejak pertama saya mengenal ormas tersebut adalah ketika ada masalah kecil yang diselesaikan dengan kekerasan berupa ancaman bahkan penyerangan secara fisik. Apalagi saat ini imam besar mereka sedang tersandung berbagai masalah dengan negara. Sebagai pemeluk agama Islam merasa sangat malu sekali atas sikap orang tersebut. Berani mengatakan kata KAFIR di muka umum tanpa sedikit pun merasa berdosa. Padahal Rasulullah SAW yang ilmu agamanya lebih baik tidak pernah melakukannya. Cukuplah berkata di dalam forum dakwah, yaitu kepada pengikut yang seiman saja. Justru mengajarkan kepada kita untuk menghormati dan menyayangi selama tidak menyakiti. Jika kaum tersebut menyakiti, beliau sendiri tetap berbuat baik dan mendoakan agar segera sadar bahwa yang dilakukan itu salah.

Sebelum saya melanjutkan berkisar melalui opini, izinkan untuk menampilkan sesuatu yang menjadi sumber inspirasi. Memberanikan diri menulis daripada hanya dipendam dalam hati atau justru hanya berkomentar di sosial media, alangkah baiknya dituangkan di sini. Sepertinya sudah bukan menjadi rahasia lagi karena sudah banyak orang atau pihak yang melakukan copy-paste (copas).

"Ternyata penulis dan novelis terkenal Tere Liye dulu sering 'nyinyirin' Fatwa MUI, kini dia sudah bertobat."


Dulu, waktu saya masih muda (sekarang sih masih muda juga), saya suka nyinyir dengan Majelis Ulama Indonesia.


Usia saya waktu itu berbilang mahasiswa, baru lulus. Saya nyinyir sekali setiap MUI merilis fatwa. Hingga pada suatu hari, saking nyinyirnya, ada teman yang menegur (karena dia mungkin sudah tidak tahan lihat saya nyinyir di mana-mana), “Bro, jangan-jangan kitalah yang ilmunya dangkal. Bukan MUI-nya yang lebay. Tapi kitalah yang tidak pernah belajar agama sendiri.”


Muka saya langsung merah padam, tidak terima. Ini teman ngajak bertengkar. Enak saja dia bilang ilmu saya dangkal. Tapi sebelum saya ngamuk, teman saya lebih dulu bilang dengan lembut, “Jangan marah, bro. Mending pegang kertas dan pulpen gw, nih. Mari kita daftar hal-hal berikut ini. Kalau sudah didaftar, nanti boleh marah-marah.”

Baik. Karena dia ini teman baik saya, maka saya nurut, ambil pulpen dan kertasnya.


“Pertama, kapan terakhir kali kita baca Al-Qur’an lengkap dengan terjemahan dan tafsirnya?”
Saya bengong.

“Tulis saja, Bro. Kapan?”

 Saya menelan ludah. Berusaha mengingat-ingat.


“Kedua, kapan terakhir kali kita baca kitab hadist, Sahih Bukhari, Sahih Muslim, dibaca
satu persatu, dipelajari secara seksama?”

Saya benar-benar terdiam.


“Ketiga, kapan terakhir kita duduk di kajian ilmu yang diisi guru-guru agama? Ayo Bro, ditulis saja, kapan terakhir kali?”


Saya benar-banar kena skak-mat. Termangu menatap kertas di atas meja.

“Ayo Bro, ditulis. Kapan?"


Apakah kita tiap hari, tiap minggu telah melakukannya?

Apakah baru tadi pagi kita baca tafsir Al-Qur’an? Baru tadi malam, baca kitab-kitab karangan Imam Ghazali, dan sebagainya?


Saya benar-benar jadi malu!


“Nah, itulah kenapa jangan-jangan kita suka nyinyir dengan Fatwa MUI, suka nyinyir dengan Ulama. Karena kita merasa sudah paling berpengetahuan, paling paham tentang agama, tapi kenyataannya, kita cuma modal pandai bicara saja, pandai bersilat lidah.


Belum lagi kalau ditanya: apakah kita sudah rajin shalat 5 waktu, apakah kita sudah rajin puasa Senin-Kamis, shalat Tahajud, jangan-jangan kita malah tidak pernah.


Bro, kita nyinyir dengan MUI, karena kita tidak suka saja, sentimen dengan mereka, dangkal pengetahuannya. Saat kita belajar betulan ilmu agama, barulah kita nyadar, kita sebenarnya justru sentimen dengan Al-Qur’an, dengan Nabi, dengan agama sendiri. Karena yang disampaikan oleh MUI itu, semua ada di kitab suci dan hadist.”


Demikianlah kisah masa lalu itu. Tidak perlu serius bacanya, anggap saja fiksi masa lalu Tere Liye.


(Tere Liye)

*Sumber : Saya mendapatkan dari berbagai sumber yang begitu banyak, bahkan tidak tahu pasti siapa yang unggah pertama kali. Secara pribadi berpendapat bahwa tulisan ini merupakan hasil copy-paste (copas) dari sana-sini. Diharapkan tidak menjadi boomerang bahkan fitnah bagi siapapun, termasuk penulisnya. Bersifat hanya sebatas referensi penunjang opini saja.

Saya bukan tipe orang yang membenci ulama, menyadari akan ilmu yang dimiliki masih sedikit sehingga butuh banyak belajar lebih tentang agama. Selama Fatwa yang dikeluarkan sesuai dengan hukum Islam dan tidak bersifat garis keras, maka secara pribadi akan patuh dan tunduk. Karena sesungguhnya hukum dalam agama Islam itu memang keras bahkan memaksa, tapi tidak kaku dalam penerapannya. Jika ormas yang dimaksud juga bisa bersikap lebih bijak, mengedepankan sopan santun dalam bersyiar maka sudah sepantasnya mendukung. Selama masih berdakwah dengan garis keras serta sikap kakunya, maka sudah dipastikan secara pribadi tidak akan menjadi pendukung sampai mereka berubah. Hal yang perlu diingat adalah tidak mendukung ormas tersebut bukan berarti keluar agama Islam, karena setiap individu berhak dalam mencari media dakwah yang benar serta cinta damai.

Sabtu, 14 Januari 2017

Terima Kasih "Project Pop"


https://www.instagram.com/project.pop/
 ...
Kamu sangat berarti
Istimewa di hati
...
(Project Pop - Ingatlah Hari Ini)

Bangga bisa menjadi generasi 90-an, dimana lagu-lagu dan perutaran hidup masih bersahabat dengan kami. Masa kecil dihabiskan dengan berbagai kegiatan yang menyenangkan mulai bermain di luar rumah, menikmati acara televisi kartun dan lagu anak, hingga mengikuti tren yang dirasa masih cukup wajar. Berbicara tentang lagu nostalgia, lagu Project Pop menjadi salah satu lagu yang tak asing lagi di telinga. Instrumen yang ceria bahkan riang gembira, disertai dengan lirik yang jenaka nan menggelitik. Dulu memang belum tahu apa saja judulnya, tapi setidaknya bisa ikut bernyanyi bagian reff sudah menjadi hiburan tersendiri.
Judul Ingatlah Hari Ini merupakan satu dari sekian banyak lagu yang menjadi simbol berteman yang baik. Mengisahkan tentang pentingnya mengingat momen kebersamaan. Memang tak selamanya bisa bersama dalam keadaan utuh, tapi apa salahnya jika kita bisa tetap mempertahankannya. Sangat luar biasa, bisa menjadi cerita unik tersendiri. Diceritakan kepada anak atau cucu kelak bahwa persahabatan itu bisa abadi, jika didasari dengan sikap saling menyayangi. Semoga grup vokal Project Pop bisa terus berkarya walau sudah berkurang satu anggotanya. Sebagai bentuk apresiasi kepada Om Oon 'Project Pop', kehadiranmu akan selalu ada di hati sekali pun kini telah tiada. Beristirahat dengan tenang di sana, engkau abadi dalam karya dan kenangan kami.

Jumat, 13 Januari 2017

Persahabatan Abadi Project Pop



"Innalillahi wa inna illaihi rajiun"
Turut berduka cita atas meninggalnya Om Oon 'Project Pop', semoga segala amal ibadah beliau diterima oleh Allah SWT. Bagi keluarga yang ditinggalkan semoga diberikan kekuatan, kesabaran, dan ketabahan.

https://www.instagram.com/p/BKfW7-eBH_S/
Kabar duka yang sangat mengejutkan, terlebih ketika mendapat kabar bahwa Om Oon 'Project Pop' terbaring sakit beberapa waktu yang lalu. Sependapat dengan pernyataan member Project Pop lainnya, secara pribadi sempat memiliki firasat usia beliau tidak lama lagi. Melihat kondisi yang berbeda drastis melalui foto yang diunggah kawan-kawan maupun ada di media massa. Tak ada maksud hati mendoakan untuk cepat berpulang. Entah itu hanya firasat atau memang sudah menjadi takdir, saya tak berani menyimpulkan begitu saja. Ketika pagi hari (13/1) sedang asyik sarapan, kabar duka dari televisi membuat kembali mengingat sesuatu yang sengaja dipendam.

"Innalillahi wa inna illaihi rajiun, Om Oon 'Project Pop' meninggal dunia!"

Beliau memang tidak mengenal saya, tapi sebagai salah satu penggemar dan penikmat lagu karya Project Pop merasa sangat kehilangan. Semula berjumlah enam orang, kini tinggal lima. Apalagi wajah beliau membuat selalu ingin tertawa hingga terpingkal-pingkal menonton film atau video klip di Youtube. Ekspresi wajah yang sangat menghibur dengan gaya khasnya. Postur tubuh yang membuat saya cukup gemas ingin mencubit pipi ketika bertemu dibandingkan dengan anggota lainnya, kecuali Tante Tika 'Project Pop' yang sudah pasti paling "tampan". Terlepas dari rasa turut berduka cita, ada selembar pelajaran yang bisa diambil hikmahnya. Benar sekali, apalagi kalau bukan tentang persahabatan.
Saya memang tidak tahu pasti berapa usia grup vokal ini. Bermula dari informasi konser peringatan Kahitna yang ke-30 tahun. Sempat ada yang mengatakan bahwa tidak jauh beda dengan grup milik Om Yovie. Mencoba menebak, ternyata usianya sudah 20 tahun. Selisih 10 tahun rupanya. Wajarlah, kan lagunya sering didengar melalui radio bahkan dari televisi ketika masih polos nan lugu. Kini merasa sudah dewasa, walau sebenarnya sikap masih seperti anak-anak bahkan remaja.
"Ternyata beda tipis dengan usia saat ini. Jadi berasa tua saja," ungkap suara hati.

Oke, kembali ke topik...

Menurut saya, 20 tahun bersama bukanlah waktu yang singkat. Dimana setiap anggotanya sudah saling mengenal satu sama lainnya, bahkan kini menjadi keluarga kedua. Sempat dikabarkan bubar, nyatanya hanya sibuk pada kegiatan masing-masing. Mulai bermain film, penyiar radio, hingga host atau pembawa acara. Ketika sama-sama ada waktu luang, kembali berkumpul sambil berkarya. Hal yang membuat makin takjub adalah formasi yang utuh, tidak ada pergantian anggota. Tidak ada satu pun yang mengundurkan diri hanya karena merasa paling terkenal, sukses menepis rasa egois untuk ingin mengembangkan diri di luar grup. Suka-duka sudah pasti menjadi pengiring langkah. Tetap kuat serta kompak hadapi segala macam rintangan.
Om Oon 'Project Pop' telah mengajarkan saya akan makna persahabatan hingga maut memisahkan. Dimana setiap individu sudah memiliki keluarga dan kesibukan masing-masing, tapi masih bisa terus bersama hingga tercipta keluarga kedua yang lebih besar. Sedangkan kelima anggota yang tersisa mengajarkan akan makna saling mendukung, menyemangati, serta melengkapi. Terbukti dari pembuatan lagu baru dengan judul Cepat Sembuh yang ditujukan kepada beliau, agar semangat melawan penyakit hingga bisa berkumpul bersama. Menghibur sambil menyapa para penggemar. Salut kepada Project Pop!

Terima kasih Project Pop, kalian telah mengajarkan akan makna persahabatan yang sejati dan abadi. Tidak melihat seseorang dari fisik, agama, suku, atau apapun yang sering menjadi salah paham. Terus berkarya serta jangan bosan menghibur kami. Salam Popop!

Kamis, 12 Januari 2017

Arti Kata Namaku dalam Bahasa Prancis

https://www.instagram.com/p/9YGSy-PwlK/?taken-by=dhianitha_12
Dear Blog
Entah apa yang membuat percaya akan sebuah ramalan atau arti dari sesuatu tentang diriku. Uniknya hanya terjadi pada hal-hal baik saja. Berlaku pada ramalan yang hasilnya dirasa pas dalam hati. Yah, anggap saja itu sebuah motivasi diri untuk hidup lebih baik lagi ke depannya. Karena setiap orang pasti punya cara sendiri demi membahagiakan hidupnya.

Di tengah kegaduhan pengguna sosial media yang sedang ramai isu SARA, hoax, fitnah, dan sejenisnya. Tiba-tiba aku menemukan sebuah aplikasi berbasis online, sebuah website yang hasilnya biasanya sering dibagikan via Facebook. Hal yang paling menarik perhatian adalah kata-kata APA ARTI NAMAMU DALAM BAHASA PRANCIS. Secara teori dalam pemberian nama, orang tua memberi nama Islami dengan harapan doa kepada sang anak. Iseng-iseng mencoba memasukkan nama lengkap HITTAH RIZKYANE RADHIYAH sekalian juga nama pena DHIANITHA. Keluar sebuah jawaban berikut :

"Orang yang dicintai dan pembawa keberuntungan"

Lalu disertai dengan penjelasan lain-lain :

Kamu orang yang lucu dan jenaka. Bukan berati kamu melakukannya tanpa sadar, kamu senang membuat orang lain tertawa. Humormu yang tinggi dan Tawamu membuatmu dicintai oleh orang lain. Kamu juga sangat membuka diri kepada orang lain, maka karena itu kamu selalu memiliki banyak teman.
Kamu adalah orang yang selalu ceria, orang yang menikmati hidup dengan benar. Kamu suka berjalan-jalan dan juga menyukai makanan enak. Berdasarkan caramu dan pandangan positif dari orang lain, kamu memiliki teman yang banyak dan kamu pun tidak pernah merasa kesepian. Kamu suka Traveling dan kamu suka orang-orang yang terbuka. Dari sudut pandangmu kamu selalu melihat hal yang positif dari segala situasi.

Kebetulan atau kenyataan hanya Tuhan yang tahu kebenarannya, karena sebagai manusia hanya mampu menjalani hidup. Ini salah satu dari sekian banyak cara aku untuk menghibur diri. Memang sedikit konyol, tapi setelah dirasakan itu memang benar adanya. Be positive thinking!

Senin, 02 Januari 2017

NOUVEAU DÉPART - Bagian 2. Berhenti Mengeluh, Ciptakan Solusi

https://inspiratorfreak.com/memanfaatkan-kreativitas-anak-muda-indonesia-untuk-menghadapi-mea/
"Duh, harga cabai mahal banget sih! Belum lagi kebutuhan lain-lain juga ikut naik seperti biaya STNK, listrik, sampai BBM. Haduh, naik kok bareng-bareng gini!"

Mengeluh tak akan pernah menyelesaikan suatu masalah. Setiap kehidupan selalu ada permasalahan, tapi bukan berarti tidak ada solusinya. Jika kita mencoba untuk menenangkan diri, maka pikiran bisa menjadi jernih untuk memikirkan jalan keluar. Sayangnya, sebagian besar masyarakat sering menanggapi masalah dengan emosi. Sehingga hasilnya pun menjadikan semakin rumit, bahkan tak segan-segan saling menuduh satu dengan yang lainnya. Timbul masalah baru yang lebih besar. Melebar hingga pada sesuatu yang sebenarnya tidak ada hubungannya sama sekali. Terjadilah perselisihan antar golongan karena salah paham.

Bertepatan dengan momen tahun baru, tak ada salahnya jika kita berhenti mengeluh dan menjadi pribadi yang menciptakan solusi. Mengawali pada lembar baru sebagai generasi cerdas dan tanggap terhadap permasalahan yang ada di sekitar. Mencari jalan keluar dengan cerdas dan bijak atasan segala permasalahan yang ada. Sehingga hidup semakin lebih bermakna, membawa manfaat baik bagi dunia. Tak perlu mencari penyelesaian yang rumit, cukuplah dimulai dari hal sederhana. Sesuatu yang dekat dengan kita seperti menanam lombok di rumah masing-masing. Mengantisipasi ketika harga melambung tinggi, ketersediaan atau jumlah di pasaran terbatas. Jadi masih bisa merasakan pedasnya masakan dari kebun sendiri. Jikalau dirasa tidak mampu menyumbang materi dalam mewujudkan solusi, baiknya turut mencurahkan tenaga maupun pikiran. Jangan sampai memiliki sikap masa bodoh dengan hanya berpangku tangan, tapi ketika butuh justru mencuri solusi milik orang lain.

Minggu, 01 Januari 2017

NOUVEAU DÉPART - Bagian 1. TPS (Tirakat, Prihatin, Syukur)

https://www.brilio.net/life/ingin-bahagia-dan-berumur-panjang-sering-seringlah-adakan-reuni-1506248.html
Sebuah "kado" tahun baru yang sangat mengejutkan, ketika harga tak lagi bersahabat dengan kantong keuangan. Para istri sudah mulai menyusun strategi penghematan, sedangkan para suami makin mengencangkan sabuk demi memenuhi kebutuhan rumah tangga. Bagi yang masih sendiri pun tak ketinggalan untuk berhemat, apalagi bagi mereka yang sudah terbiasa hidup mandiri. Merantau jauh dari orang tua atau keluarga, bekerja atau menempuh pendidikan jauh dari kampung halaman. Bahkan ada beberapa di antara mereka yang memiliki rencana untuk menikah. Sebagian ingin segera meresmikan hubungan, sisanya menyatakan belum siap. Permasalahan bukan terletak pada berapa biaya yang dikeluarkan untuk melamar, mengadakan acara, atau mahar yang digunakan. Tapi, lebih kepada masa depan. Mau diberi nafkah apa keluarga kecilnya kelak?

Sudah saatnya kita untuk berubah. Lebih banyak bersyukur atas nikmat yang telah Tuhan berikan. Kurangi sikap konsumtif dalam kehidupan sehari-hari. Menghapus istilah berfoya-foya sebagai kebiasaan ketika bergaul. Berhenti menyembah gaya hidup yang tidak akan pernah ada ujungnya. Karena di luar sana masih banyak saudara yang serba kekurangan, jauh di bawah standar hidup layak. Persiapkan diri dengan pasang gaya kuda-kuda menangkis keinginan hati yang sering dirabunkan oleh gemerlap dunia. Kehidupan hedonisme dalam sosial media. Memamerkan segala kegiatan mulai bangun hingga tidur lagi, padahal tidak sesuai dengan kenyataan. Terlebih ketika biaya hidup masih bergantung dari pemberian orang tua. Apa yang patut dibanggakan dengan posisi tangan meminta-minta? Melakukan gerakan "mogok" sebagai bagian dari ancaman kala keinginan tak dapat disanggupi. Miris! Membuat para orang tua terpaksa memeras keringat lebih banyak, demi menunjukkan rasa sayang kepada sang anak.

Bekerja memang menjadi salah satu alternatif "wajib" bagi kaum pecandu gaya hidup modern. Berdalih tidak ingin menyusahkan orang tua. Ketahuilah bahwa bekerja bukan sekadar meringankan beban, tapi lebih kepada bagaimana cara menghargai berbagai bentuk rezeki serta mengutamakan rasa syukur. Apa guna bekerja keras menghidupi gaya hidup tak bertepi, jika kebahagiaan batin dan kesehatan menjadi sesuatu yang tergadaikan? Menggebu-gebu hingga tanpa terasa menyingkirkan bahkan melukai orang terdekat. Bersaing dengan mengedepankan nafsu duniawi. Mengumpulkan harta sebanyak mungkin agar terlihat sukses. Membuat besar kepala karena over dosis pujian hingga tak mampu membawa kepala sendiri. Mari bersama untuk lebih bersyukur atas nikmat yang telah Tuhan beri. Sesungguhnya rezeki bukan perkara harta atau materi dunia, tapi bisa berupa hal-hal kecil dan sederhana di sekitar kita. Nikmat Tuhan mana (lagi) yang engkau dustakan?