Jumat, 30 Juni 2017

Aku : LUSUH dan USANG

https://s-media-cache-ak0.pinimg.com/736x/16/1e/82/161e825b744a8e408cd12b422aecd4c4--prison-doctor.jpg
Pada dasarnya, semua manusia terlahir bagai kertas putih yang kosong. Tinggal bagaimana kelak dirinya akan mengisi lembaran tersebut, apakah dengan kebaikan atau keburukan? Jadi, sudah dipastikan lembaran antara aku dan kamu itu sama. Iya, sama-sama kosong dan bersih. Bedanya terletak pada motif goresan di atasnya, tapi jangan lupakan peranan takdir. Karena setiap jiwa memiliki rezeki yang berbeda-beda. Sayangnya, tak semua orang paham akan hal ini. Itulah sebabnya diperlukan sebuah pemahaman akan garis hidup.
Terlepas dari "fasilitas" hidup dari Tuhan, pernahkah hidupmu merasa hancur lalu ingin bangkit kembali hanya dengan bekal serpihan atau butiran kegagalan tersebut? Jika pernah, izinkan aku tuk mengungkapkan dua kata.

LUSUH dan USANG

Dimana...

Kala mata menjadi sembab, batin terasa sesak, jiwa bak dijatuhkan ke dalam jurang, fisik mendadak lemas, dan motivasi hidup yang tersisa hanyalah kata MATI.

Entah harus bagaimana dan seperti apa untuk memulainya kembali. Belum lagi beberapa orang terdekat merasa terluka. Mereka sangat kecewa, bahkan mungkin sudah tak ada lagi kata PERCAYA.

MAAF adalah ungkapan yang tersisa di ujung lidah, karena bibir terasa MEMBEKU dan mulut tiba-tiba MEMBISU.

Apakah hidup masih terus berjalan?

Apakah masih ada kesempatan kedua?

Ada, tapi lembaran tak lagi bersih dan putih seperti sedia kala.

Oh Tuhan, maafkan kami yang telah lalai. Ampunilah segala macam bentuk khilaf, baik yang disengaja maupun tidak. Sesungguhnya kemudahan hidup ini terlalu berlimpah, sehingga mata batin tersilaukan karenanya.

Wahai lembaran kosong yang sudah kotor, nikmat Tuhan mana yang telah engkau dustakan?!

Sabtu, 03 Juni 2017

Aku dan Sosial Media - Bagian 4. Pribumi vs Bangsa Asing

https://i1.wp.com/www.ydca.fr/wp-content/uploads/social-media-twitter.jpg?fit=700%2C448&ssl=1
Apa jadinya kalau kita sebagai warga Indonesia, tidak memiliki sosial media? Pasti akan ketinggalan informasi, sulit untuk dihubungi, termasuk golongan yang tidak mau bersosialisasi dengan orang lain, dan lain sebagainya. Yap! Mengingat kehadirannya kini telah mengubah kehidupan umat manusia menjadi lebih mudah. Bahkan, ospek serta lomba pengembangan diri pun tak luput dari campur tangan sosial media. Itu artinya, keberadaannya telah memasuki berbagai ranah kehidupan sehari-hari. 

Berbicara tentang jejaring sosial, kalau dibahas memang tak akan pernah ada habisnya. Setiap detiknya selalu ada postingan yang mengandung makna. Inilah yang menyebabkan timbulnya cerita baru bagi para netizen. Menurut beberapa survei dan penelitian, Indonesia termasuk sebagai negara urutan teratas pengguna sosial media. Bahkan, sempat dinobatkan sebagai jaringan yang paling sibuk setiap detiknya serta paling cerewet di dunia maya. Nah loh, kok bisa? Bagaimana tidak? Hampir setiap individu memiliki akun lebih dari satu jenis platform jejaring sosial, sehingga sudah pasti akan mendapat gelar kehormatan tersebut. Apakah kalian bangga? Secara pribadi, aku merasa tidak bangga sedikit pun. Mengingat jumlah orang bercuap-cuap lebih besar daripada pembaca setia konten yang bermanfaat.

Jika dibandingkan dengan bangsa asing lain, khususnya negara maju. Padahal di negara penciptanya, sosial media hanya berfungsi sebagai media menyambung silaturahim. Bahkan, sesekali digunakan sebagai fortofolio pekerjaan atau mengeksplorasi bakat serta minat sang pemilik. Jauh dari kata mengungkap kehidupan pribadi adminnya. Berbeda halnya dengan masyarakat Indonesia, dimana warganya cenderung lebih senang menyiarkan kehidupan sehari-harinya. Walau terkadang sebenarnya sudah termasuk dalam zona privasi seseorang.

Intinya, sosial media merupakan barang langka yang bisa ditemukan dari bule-bule. Mereka rata-rata akan menjawab tidak memiliki, ketika kalian bertanya tentang akun yang dimilikinya. Tapi, terkadang aku geram juga dengan perlakuan orang Indonesia. Dimana cenderung sering memandang sebelah mata saudaranya sendiri. Kalau warga asing tidak memiliki akan dianggap wajar, sehingga tidak dipertanyakan lebih lanjut lagi. Sedangkan, ketika salah satu di antara kita tidak memiliki sosial media pasti akan mendapat kata-kata yang terdengar merendahkan. Misalnya "Ah, nggak gaul!", "Cupu banget sih, tinggal bikin aja apa susahnya sih?!", "Dasar gaptek!", "Hari gini gak bikin? Duh, malu-maluin deh!", dan sejenisnya. Miris!

Jumat, 02 Juni 2017

Aku dan Sosial Media - Bagian 3. Telisik Faedah dan Fungsi Bersosial Media

http://www.socialsuccess.dk/wp-content/uploads/2015/08/Billedrettigheder.jpg
Aku terkadang masih bingung, apa fungsi sosial media bagi masyarakat Indonesia? Kalau manfaatnya sudah jelas. Dimana seseorang bisa terhubung dengan masa lalu serta masa depannya. Bercengkrama melalui cerita dan kumpulan foto nostalgia, bertanya kabar, hingga mengenal wajah baru sebagai relasi sosialnya. Melalui berbagai fitur yang ditawarkan antara platform jejaring sosial yang satu sama lainnya, kita bisa mengenal dunia di luar jangkauan manusia. Keberadaannya pun telah membawa pengaruh yang cukup besar bagi negeri. Bahkan, segala macam informasi maupun kebutuhan tersedia di sana.
 
Terlepas dari kebiasaan bersosialisasi, kegunaannya kini justru mulai memasuki ranah "pamer". Karena hampir segala kegiatan yang dilakukan maupun sesuatu yang dimiliki oleh si empunya, kini bisa dibagikan mulai bangun hingga tidur kembali. Atmosfernya sendiri ternyata sudah merebak ke semua lapisan masyarakat, entah mereka yang memiliki status sosial sampai warga biasa-biasa saja. Bahkan, hampir semua kalangan kini memiliki akun sosial media. Entah akun asli miliknya, palsu sebagai media memuaskan rasa ingin tahu akan sesuatu, menjadi salah satu modal melakukan tindak kejahatan, serta sebagai media promosi (usaha, kampanye, sosialisasi, dan sejenisnya). Mengingat jumlah akun palsu dari negara kita terbilang cukup banyak. Rata-rata pemilik yang ketahuan melakukan penyalahgunaan mengaku hanya keisengan belaka. Berdalih hanya coba-coba, ikutan teman, dan untuk hiburan semata. Padahal, tanpa mereka sadari berdampak negatif bagi image bangsa.

Tulisan ini juga sebagai media introspeksi diri. Karena secara tidak langsung, terkadang aku sama seperti penggunaan lainnya. Ingin mengabarkan sesuatu tentang kegiatan maupun kehidupanku. Tanpa disadari, ternyata di dalam hati terbesit rasa pamer yang terselubung. Tapi, semoga itu bisa disembuhkan sebelum berjalan terlalu jauh hingga menjadi kepribadian yang menahun. Mumpung "waras", jadi tidak ada salahnya untuk menulis pemikiran sehat. Tujuannya agar bisa dibaca kembali, ketika dirasa lapar dan haus akan tulisan dari otak yang masih bisa berpikir secara rasional. Sebelum besok kembali menggila lagi, akibat terkontaminasi oleh lingkungan sekitar. Mari kita perbaiki cara menggunakan sosial media secara bijak. Karena tidak semua yang dimiliki adalah sesuatu yang layak untuk dipublikasikan secara umum. Jangan sampai apa yang diunggah justru mengundang niat buruk pengguna lain. Selamat bersosialisasi!

Kamis, 01 Juni 2017

Aku dan Sosial Media - Bagian 2. Pencitraan Diri

https://www.instagram.com/dhianitha_12/
Ternyata benar apa kata guru-guruku, khususnya guru agama. Dunia maya hanya akan melihat kita dari sisi atau bagian yang terlihat saja, sedangkan perjuangan di balik itu selalu terabaikan. Hal tersebut bukan semata-mata beliau iri, tapi memang sudah terbukti nyata. Netizen tidak peduli dari mana asal bahkan silsilah keluarga kita. Karena yang mereka tahu adalah kamu termasuk golongan pantas untuk diajak bergaul. Dimana standar keren, beken, kece, kekinian, dan sejenisnya ditentukan oleh sudut pandang yang begitu mudah dipoles. Foto kualitas baik beserta deretan cerita sukses dibilang anak orang yang tajir, padahal si doi sedang memanfaatkan sosial media sebagai lahan bisnis yang positif. Sebaliknya, foto standar smartphone dengan background sesuai kemampuan sering disindir, tidak mau mengakui kalau itu temannya, hingga tidak mau bergaul dengan alasan takut ketularan miskin. Padahal kaya maupun miskin tidak menular seperti penyakit, sehingga alasan semacam ini sangat fiktif.

Belum lagi, kini semakin banyak pengguna sosial media yang rela melakukan aksi konyol. Mulai melakukan "challenge" atau tantangan berantai, foto di tempat yang tidak logis, hingga membuat vlog (video blogger) di segala situasi tanpa memedulikan keselamatan jiwa mereka. Tujuannya demi mendapat banyak korespondensi serta pujian dari netizen, sehingga jumlah pengikut otomatis akan merangkak naik seiring berjalannya kepopuleran seseorang. Sejatinya masyarakat kita memang senang melakukan sensasi, sekali pun aksi kontroversi tersebut bisa membunuhnya. Lalu, siapa yang rugi? Ya, sudah tentu dirinya sendiri. Karena tak ada lagi yang bisa dilakukan sang admin, untuk terus menghidupkan akun pribadinya.

Berkisah tentang suka maupun duka dari sosial media memang tak pernah ada habisnya. Setiap detiknya selalu ada cerita di balik setiap unggahan kontennya. Secara pribadi, aku masih merasa belum bisa menjadi pengguna yang baik. Tapi, tidak menutup kemungkinan akan terus belajar menjadi pemilik yang baik. Semoga kita termasuk golongan netizen yang bisa memanfaatkan teknologi dengan sebaik-baiknya. Berteman di dunia maya dan bersosialisasi secara nyata harus sama-sama OK.