Setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Itulah KITA.
Terhubung dalam suatu tempat. Terpecah karena seseorang. Bukan bermain
hati di balik genggaman jemari, tapi dikacaukan dalam sebuah situasi
yang rumit. Berdebat satu sama lainnya, kemudian saling menjauh dan
hilang kabar.
Kata "maaf" sudah berulang kali terucap. Kalimat "semua ini
sudah terlanjur terjadi" menjadi kode perpisahan. MENIKAH sebagai media
penghilang jejak. Ikhlas di lisan, namun perih di hati. Mati rasa!
Ketika kau berjalan menjauh kemudian menghilang, aku masih
terjebak dalam gerbang masa lalu. Terpenjara sepi bersama kenangan.
Banyanganmu hanya lewat sepintas, di depan cermin maupun jendela setiap
perjalananku. Sapaan itu masih sering mampir dalam bunga tidur.
Seolah-olah ingin memastikan, apakah salam ini sampai atau tidak kepada
penerimanya? Tenang saja, karena memang sudah sampai tepat waktu. Hanya
saja, bukan momen yang baik.
Padamkan suluh nostalgia! Agar aku bisa kembali bernafas
lega seperti dulu, tanpa dirimu lagi. Tak perlu mengupayakan amnesia,
jika waktu selalu berhasil menggerusnya secara perlahan. Sketsa indah di
antara kita memang harus hilang. Berakhir di pembuangan bagian terburuk
dalam hidup. Sekali pun kamu pernah mengisi di dalam ruang kosong
kehidupan.
Terima kasih dan maaf untuk semuanya, baik yang disengaja
maupun tidak. Luar biasa, karena sudah menghentikan aliran komunikasi
yang terjalin selama beberapa waktu lalu. Jangan segan membuang muka
ketika bertemu kembali. Silahkan pura-pura tidak kenal jika berpapasan.
Karena saat kita kembali berhadapan langsung, maka hindari kontak mata.
Agar tak mengundang pertanyaan, "apa kabar?" yang akan disertai dengan
senyuman rindu.