Jumat, 31 Maret 2017

Takut Viral

http://marketeers.com/wp-content/uploads/2016/05/36KHPC_viral.jpg
 ⚠ PERINGATAN
Sebelum membaca konten, alangkah baiknya jika pembaca tidak terlalu sensitif. Karena isi bacaan tersebut merupakan hasil renungan, sehingga hanya menerima diskusi bukan perdebatan. Sesungguhnya, alasan menuliskannya adalah sebagai wadah bertukar pikiran. Bukan mencari musuh atau sejenisnya. Terima kasih dan selamat membaca!
https://chmsoft.com.ua/wp-content/uploads/2016/09/shadow-people-illus.jpg
Ketika sebagian besar masyarakat kekinian berlomba-lomba untuk menjadi viral. Menciptakan sensasi agar masuk dalam deretan trending topic, bahkan mungkin bercita-cita sebagai endorsement atau model endorse suatu produk di sosial media. Lebih menyenangkan ketika bisa menjadi diri sendiri. Apalagi kita memang bukan artis, selebgram, atau sejenisnya. Jadi, masih bisa tetap  menikmati hidup dengan tenang dan damai. Tanpa dikejar-kejar penggemar, dikepoin akun-akun gosip, mendapat penilaian tentang kesempurnaan penampilan dari netizen, dan lain-lain. Sebenarnya, sah-sah saja berprofesi pada bidang entertainment seperti itu. Hanya saja, kehadiran situs jejaring sosial telah mengubah mind set masyarakat akan makna terkenal.

Jika dahulu, terkenal adalah sebutan bagi mereka yang sering lalu-lalang di media massa seperti televisi. Kini, status terkenal pun bisa dimiliki siapa dan dimana saja. Asal memiliki sosial media, rupawan, bisa tampil bak orang berada (walau terkadang palsu, mengada-ada atau ngaku-ngaku, pinjam, dan sejenisnya), super percaya diri, hingga kualitas unggahan (foto atau video) dengan resolusi tinggi serta background yang layak jual. Yap! Sosial media telah mendoktrin kita untuk menjadi sosok sempurna secara virtual. Hal ini yang membuat masyarakat berlomba-lomba untuk menjadi idola dadakan. Melakukan hal-hal yang kadang tidak masuk akal. Tapi, justru sering dinilai sebagai bentuk metamorfosis dari kreativitas. Sekali pun yang mereka lakukan sangat berbahaya. Padahal keselamatan diri sendiri merupakan hal yang paling utama. Bagaimana kalau ternyata aksi tersebut berakhir dengan kecelakaan (cacat fisik) hingga mungkin kematian? Apa yang bisa dipamerkan lagi? Bukan dapat gelar terkenal, malah berakhir tragis.

https://www.smashingmagazine.com/wp-content/uploads/2013/08/viral_app_strategy_mini.jpg 
Berbicara tentang terkenal. Secara pribadi, aku takut menjadi viral. Karena untuk menjadi seorang idola, seseorang dituntut harus bisa memberikan kontribusi dan contoh yang baik kepada penggemar atau pengikutnya. Jujur, aku belum siap untuk itu. Dimana tanggung jawabnya cukup besar. Tidak sekadar dikagumi banyak orang. Mengingat masih banyak kekurangan pada diri ini. Ada banyak role model di luar sana yang lebih baik dari aku, walau memang tidak ada manusia yang terlahir sempurna. Aku mengakui, bahwa kita tak pernah bisa bebas dari yang namanya khilaf. Kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja. Alternatifnya, mungkin aku hanya bisa menjadi panutan bagi adik-adikku. Jika memang ternyata kita ditakdirkan menjadi famous, alangkah baiknya menjadi sosok yang rendah hati. Mau membaur dengan sesama, mengakui kekurangan dan kesalahan, serta memberi manfaat bagi sesama. Insya Allah hidup akan terasa lebih bermakna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar