Apa jadinya kalau kita sebagai warga Indonesia, tidak
memiliki sosial media? Pasti akan ketinggalan informasi, sulit untuk
dihubungi, termasuk golongan yang tidak mau bersosialisasi dengan orang
lain, dan lain sebagainya. Yap! Mengingat kehadirannya kini telah
mengubah kehidupan umat manusia menjadi lebih mudah. Bahkan, ospek serta
lomba pengembangan diri pun tak luput dari campur tangan sosial media.
Itu artinya, keberadaannya telah memasuki berbagai ranah kehidupan
sehari-hari.
Berbicara tentang jejaring sosial, kalau dibahas memang tak
akan pernah ada habisnya. Setiap detiknya selalu ada postingan yang
mengandung makna. Inilah yang menyebabkan timbulnya cerita baru bagi
para netizen. Menurut beberapa survei dan penelitian, Indonesia termasuk
sebagai negara urutan teratas pengguna sosial media. Bahkan, sempat
dinobatkan sebagai jaringan yang paling sibuk setiap detiknya serta
paling cerewet di dunia maya. Nah loh, kok bisa? Bagaimana tidak? Hampir
setiap individu memiliki akun lebih dari satu jenis platform jejaring
sosial, sehingga sudah pasti akan mendapat gelar kehormatan tersebut.
Apakah kalian bangga? Secara pribadi, aku merasa tidak bangga sedikit
pun. Mengingat jumlah orang bercuap-cuap lebih besar daripada pembaca
setia konten yang bermanfaat.
Jika dibandingkan dengan bangsa asing lain, khususnya
negara maju. Padahal di negara penciptanya, sosial media hanya berfungsi
sebagai media menyambung silaturahim. Bahkan, sesekali digunakan
sebagai fortofolio pekerjaan atau mengeksplorasi bakat serta minat sang
pemilik. Jauh dari kata mengungkap kehidupan pribadi adminnya. Berbeda
halnya dengan masyarakat Indonesia, dimana warganya cenderung lebih
senang menyiarkan kehidupan sehari-harinya. Walau terkadang sebenarnya
sudah termasuk dalam zona privasi seseorang.
Intinya, sosial media merupakan barang langka yang bisa
ditemukan dari bule-bule. Mereka rata-rata akan menjawab tidak memiliki,
ketika kalian bertanya tentang akun yang dimilikinya. Tapi, terkadang
aku geram juga dengan perlakuan orang Indonesia. Dimana cenderung sering
memandang sebelah mata saudaranya sendiri. Kalau warga asing tidak
memiliki akan dianggap wajar, sehingga tidak dipertanyakan lebih lanjut
lagi. Sedangkan, ketika salah satu di antara kita tidak memiliki sosial
media pasti akan mendapat kata-kata yang terdengar merendahkan. Misalnya
"Ah, nggak gaul!", "Cupu banget sih, tinggal bikin aja apa susahnya
sih?!", "Dasar gaptek!", "Hari gini gak bikin? Duh, malu-maluin deh!",
dan sejenisnya. Miris!
miris sekali yah kak
BalasHapusberita drama korea