Sabtu, 03 Juni 2017

Aku dan Sosial Media - Bagian 4. Pribumi vs Bangsa Asing

https://i1.wp.com/www.ydca.fr/wp-content/uploads/social-media-twitter.jpg?fit=700%2C448&ssl=1
Apa jadinya kalau kita sebagai warga Indonesia, tidak memiliki sosial media? Pasti akan ketinggalan informasi, sulit untuk dihubungi, termasuk golongan yang tidak mau bersosialisasi dengan orang lain, dan lain sebagainya. Yap! Mengingat kehadirannya kini telah mengubah kehidupan umat manusia menjadi lebih mudah. Bahkan, ospek serta lomba pengembangan diri pun tak luput dari campur tangan sosial media. Itu artinya, keberadaannya telah memasuki berbagai ranah kehidupan sehari-hari. 

Berbicara tentang jejaring sosial, kalau dibahas memang tak akan pernah ada habisnya. Setiap detiknya selalu ada postingan yang mengandung makna. Inilah yang menyebabkan timbulnya cerita baru bagi para netizen. Menurut beberapa survei dan penelitian, Indonesia termasuk sebagai negara urutan teratas pengguna sosial media. Bahkan, sempat dinobatkan sebagai jaringan yang paling sibuk setiap detiknya serta paling cerewet di dunia maya. Nah loh, kok bisa? Bagaimana tidak? Hampir setiap individu memiliki akun lebih dari satu jenis platform jejaring sosial, sehingga sudah pasti akan mendapat gelar kehormatan tersebut. Apakah kalian bangga? Secara pribadi, aku merasa tidak bangga sedikit pun. Mengingat jumlah orang bercuap-cuap lebih besar daripada pembaca setia konten yang bermanfaat.

Jika dibandingkan dengan bangsa asing lain, khususnya negara maju. Padahal di negara penciptanya, sosial media hanya berfungsi sebagai media menyambung silaturahim. Bahkan, sesekali digunakan sebagai fortofolio pekerjaan atau mengeksplorasi bakat serta minat sang pemilik. Jauh dari kata mengungkap kehidupan pribadi adminnya. Berbeda halnya dengan masyarakat Indonesia, dimana warganya cenderung lebih senang menyiarkan kehidupan sehari-harinya. Walau terkadang sebenarnya sudah termasuk dalam zona privasi seseorang.

Intinya, sosial media merupakan barang langka yang bisa ditemukan dari bule-bule. Mereka rata-rata akan menjawab tidak memiliki, ketika kalian bertanya tentang akun yang dimilikinya. Tapi, terkadang aku geram juga dengan perlakuan orang Indonesia. Dimana cenderung sering memandang sebelah mata saudaranya sendiri. Kalau warga asing tidak memiliki akan dianggap wajar, sehingga tidak dipertanyakan lebih lanjut lagi. Sedangkan, ketika salah satu di antara kita tidak memiliki sosial media pasti akan mendapat kata-kata yang terdengar merendahkan. Misalnya "Ah, nggak gaul!", "Cupu banget sih, tinggal bikin aja apa susahnya sih?!", "Dasar gaptek!", "Hari gini gak bikin? Duh, malu-maluin deh!", dan sejenisnya. Miris!

1 komentar: