Selasa, 31 Oktober 2017

4 Golongan yang Seharusnya Pantang Membisu

https://hypnosisplymouth.files.wordpress.com/2016/03/fears-and-phobias1.jpg
 Di zaman modern dan serba cepat ini, semakin hari semakin banyak kejahatan yang terjadi di sekitar kita. Dimana banyak pihak yang menganggapnya wajar. Hal tersebut disebabkan oleh tuntutan hidup yang begitu keras, sehingga persaingan antar manusia dengan sesamanya menjadi begitu ketat. Bahkan, beberapa survei telah mencatat bahwa sebagian besar korban adalah orang-orang terdekat. Entah itu anak kandung, anak tiri, anak angkat, saudara, tetangga, maupun teman sebaya. Kendati demikian, tak sedikit di antara mereka justru enggan untuk menceritakan atau melaporkan kepada pihak terpercaya agar dapat membantunya.
Pada ulasan blog kali ini, saya akan mengangkat tema tentang kekerasan. Apa yang ada dalam pikiran Anda, ketika mendengar kata "kekerasan"? Sebagian besar di antara kita pasti memiliki persepsi, bahwa kekerasan selalu identik dengan hal-hal yang berhubungan dengan penganiayaan atau kontak fisik. Seperti pemukulan, pengeroyokan, perampokan, dan lain sebagainya. Tapi pada kenyataannya, kekerasan sejatinya meliputi dua hal yaitu kekerasan secara fisik maupun psikis. Berikut macam-macam jenis kekerasan beserta penjelasannya menurut pengalaman, pemahamanan, serta pendapat saya.
Bullying ala Sinema
https://bullyingnoway.gov.au/WhatIsBullying/PublishingImages/types-of-bullying.png
Kita pasti pernah menonton film atau sinetron yang di dalamnya terdapat adegan bullying yang seharusnya tidak pantas ditiru oleh siapapun. Dimana pelakunya adalah orang yang dianggap kece, kuat, bahkan mungkin anak orang berada yang hidupnya serba berkecukupan. Sedangkan korbannya selalu pihak yang berpenampilan culun atau cupu, penyandang disabilitas, hingga mereka yang memiliki ekonomi menengah ke bawah. Di dalam sinema tersebut, rata-rata pelaku selalu mengolok-olok serta mengerjai si korban habis-habisan. Sayangnya, perlakuan tidak menyenangkan tersebut juga kerap terjadi di sekitar kita. Walau terkadang cara melakukannya tidak terlalu dramatis nan berlebihan seperti sinema.
Beberapa waktu yang lalu, sempat beredar video bullying yang dilakukan oleh sekelompok pelajar. Parahnya, video tersebut tersebar di dunia maya dan menjadi trending topic. Sebagian besar dari kita mengecam para pelakunya, tak terkecuali kepada pihak yang telah merekamnya. Bukannya menjadi penengah, tapi malah tega mengabadikannya dalam bentuk video berdurasi sekian menit. Bahkan, beberapa pihak melaknat setiap tindakan bullying sebagai bentuk premanisasi terselubung pada suatu instansi.
Kalau boleh mengajukan beberapa pertanyaan, apa sih manfaat dan kepuasan dari tindakan bullying? Secara pribadi, saya rasa tidak ada. Karena menyebabkan kesenjangan sosial serta trauma yang berkepanjangan. Lalu, apa keuntungan sang videografer merekam tindak bullying? Selain hanya bisa menghabiskan memori penyimpanan data? Sayang sekali kalau kapasitas memori penyimpanan data hanya digunakan untuk merekam video yang tidak memiliki faedahnya sama sekali. Kan masih bisa digunakan membuat konten bermanfaat lainnya.
Berbicara tentang bullying ala sinema, rata-rata si korban tak pernah mengungkapkan kepada siapapun. Jika dirinya telah menjadi korban tindakan yang tidak menyenangkan tersebut. Alasannya adalah mereka tidak mau memperpanjang masalah, diam adalah emas, bahkan terkadang bullying akan terus diterima sampai si korban menarik kembali laporannya. Karena bagi sang pelaku, apabila korban melapor maka akan dianggap sebagai orang yang lemah tak berdaya. Padahal, melaporkan tindakan bullying sangatlah penting. Agar korban segera mendapat perlindungan dari pelaku yang kerap mengganggu hidupnya.
Kekerasan Seksual
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiBVq7AFPES51LAtbvTbovHbElXlx4aMFqCHG901zcyYjJW7KZLV0LCRBEXCEK2elH2YOdIiKFI2hHkMz4bZIVDZDpy5HTwnNeNWL-osEZwQF_sm32av1tKY_0w9v6U7mOr7uD9KD6joteo/s1600/Info+Kekerasan+seksual+copy.jpg

Kasus kekerasan seksual merupakan kasus yang tak pernah lekang oleh waktu, bahkan menjadi masalah yang sangat serius pada setiap negara. Dimana permasalahan tentang hubungan seks sudah terjadi sejak manusia pertama ada di muka bumi. Apalagi di zaman sekarang, kehadirannya justru menjadi sesuatu yang tak lagi tabu dibicarakan di muka umum. Bahkan, tak sedikit pula orang-orang terdekat kita menjadi korban pemerkosaan dan pelecehan seksual. Mirisnya lagi, rata-rata korbannya adalah perempuan serta anak-anak. Mungkinkah, manusia yang sudah mengenal agama maupun norma akan kembali seperti zaman jahiliyah? Menjadi makhluk primitif, bertindak layaknya binatang?
Jika kita menelisik kondisi masyarakat Indonesia saat ini, sepertinya korban tidak mau angkat bicara karena musibah yang menimpa mereka dirasa sangat memalukan untuk diceritakan. Takut aibnya akan menjadi bahan obrolan yang kurang pantas didengar, kemudian dikucilkan di lingkungan masyarakatnya. Secara pribadi, saya memang mengakui bahwa masyarakat kita masih banyak yang senang membicarakan keburukan orang lain di belakang. Mengingat masyarakat zaman sekarang tidak bisa membedakan mana dan bukan masalah yang pantas untuk dikonsumsi oleh publik. Sehingga, membuat mereka mengambil langkah untuk lebih baik diam daripada menjadi bahan obrolan. Padahal kalau korban bersedia melaporkan tindakan yang termasuk dalam perbuatan tidak menyenangkan tersebut, maka pelakunya akan segera dicari dan harus dijebloskan ke dalam jeruji besi sambil diberi hukuman yang setimpal dengan perbuatannya. Selain itu, korban juga bisa segera mendapat penanganan trauma dari ahlinya.
Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)
http://mediad.publicbroadcasting.net/p/kunr/files/201503/Domestic_Violence.jpg
Sebagian besar masyarakat Indonesia mengartikan kekerasan dalam rumah tangga berwujud pemukulan dan sejenisnya kepada pasangan, anak, maupun anggota keluarga lainnya. Padahal kekerasan tersebut meliputi dua hal, yaitu kekerasan secara lahir dan batin. Membahas tentang KDRT, saya banyak belajar pengalaman tersebut dari orang-orang yang ada di sekitar. Kalau kekerasan berupa batin, alangkah baiknya diselesaikan secara kekeluargaan. Apabila dirasa masih tidak bisa, mungkin jalan satu-satunya dengan melibatkan pihak-pihak yang bersangkutan seperti pemuka agama maupun pengadilan. Tapi jika sudah menyangkut tentang fisik, sebaiknya harus segera melaporkannya kepada pihak yang berwajib. Apalagi kekerasan secara fisik yang jika dibiarkan akan mengancam keselamatan nyawa si korban. Karena secara hukum, kekerasan fisik bisa masuk dalam ranah tindak kriminal. Mengingat kasus KDRT sendiri bisa berupa pembunuhan, penganiayaan, dan lain sebagainya.
Saya juga sering mendengar alasan korban KDRT yang enggan melaporkan tindakan tersebut kepada pihak yang berwajib, salah satunya adalah karena masih sayang kepada pelaku. Dimana terkadang sang pelaku merupakan tulang punggung keluarga, sehingga keberadaannya masih sangat dibutuhkan oleh korbannya. Sekalipun si korban harus berkali-kali mengelus dada menghadapi perlakuan kasar pelaku. Secara pribadi, saya juga pasti akan merasa dilema jika berada di posisi korban. Tapi, bagaimana pun juga harus tetap dilaporkan agar pelaku mendapatkan efek jera atas hal yang telah dilakukannya.
Menggandaikan Gadis
https://www.expats.cz/content_files/2887/trafficking.jpg
Semua manusia di muka bumi memiliki hak asasinya. Sayangnya, sejak dahulu hingga sekarang pelanggaran HAM masih marak terjadi. Mulai dari memilih agama yang akan dianut, mendapat pendidikan yang layak, hingga hidup tenang dan damai. Pelanggaran HAM yang akan saya bahasa adalah sesuatu yang kerap terjadi serta dialami oleh masyarakat pedesaan bahkan tidak menutup kemungkinan bisa juga terjadi di perkotaan, yaitu hak untuk menentukan jodoh atau pasangan hidup. Sekilas memang terdengar aneh nan nyeleneh, tapi begitulah kenyataannya.
Menggandaikan gadis atau anak perempuan yang masih perawan, agar menikah dengan rentenir dan sejenisnya. Demi melunasi hutang-hutang orang tua atau keluarganya. Padahal setiap gadis berhak memilih siapa yang akan menjadi pendamping hidupnya. Pernikahan yang dilakukannya dengan terpaksa seharusnya bisa, bahkan harus dilaporkan. Karena menurut saya, hal tersebut sudah melanggar ketentuan HAM. Karena secara tidak langsung, kejadian tersebut dapat dikategorikan sebagai perdagangan manusia, khususnya wanita.
Kendati para korban memilih untuk tutup mulut, tapi alangkah baiknya sebagai orang terdekat atau masyarakat sekitar agar lebih peduli terhadap mereka. Caranya dengan mengenali tanda-tandanya. Seperti mengalami luka atau sakit pada bagian tertentu, lebih sering mengasingkan diri dari keramaian, hingga perubahan sikap secara drastis. Dimana awalnya korban senang bercerita maupun berbicara dengan orang di sekitarnya, mendadak berubah menjadi pendiam. Hal-hal tersembunyi inilah yang membuat pemerintah membentuk Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Tujuannya adalah melindungi dan menyelamatkan orang yang ada di sekitar kita melalui kampanye #DiamBukanPilihan. Sehingga, mari bersama saling bergandengan tangan. Membentuk barisan serta bersinergi dengan LPSK, demi menekan jumlah korban yang terus bertambah setiap harinya.

1 komentar: