Kamis, 31 Agustus 2017

Kita : Padamkan Suluh Nostalgia

https://d2v9y0dukr6mq2.cloudfront.net/video/thumbnail/rIe-mKXMlivvex0bx/man-in-a-hood-extinguish-the-burning-candle-by-blowing-on-it_b1rettxze_thumbnail-small01.jpg
Setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Itulah KITA. Terhubung dalam suatu tempat. Terpecah karena seseorang. Bukan bermain hati di balik genggaman jemari, tapi dikacaukan dalam sebuah situasi yang rumit. Berdebat satu sama lainnya, kemudian saling menjauh dan hilang kabar.

Kata "maaf" sudah berulang kali terucap. Kalimat "semua ini sudah terlanjur terjadi" menjadi kode perpisahan. MENIKAH sebagai media penghilang jejak. Ikhlas di lisan, namun perih di hati. Mati rasa!

Ketika kau berjalan menjauh kemudian menghilang, aku masih terjebak dalam gerbang masa lalu. Terpenjara sepi bersama kenangan. Banyanganmu hanya lewat sepintas, di depan cermin maupun jendela setiap perjalananku. Sapaan itu masih sering mampir dalam bunga tidur. Seolah-olah ingin memastikan, apakah salam ini sampai atau tidak kepada penerimanya? Tenang saja, karena memang sudah sampai tepat waktu. Hanya saja, bukan momen yang baik.

Padamkan suluh nostalgia! Agar aku bisa kembali bernafas lega seperti dulu, tanpa dirimu lagi. Tak perlu mengupayakan amnesia, jika waktu selalu berhasil menggerusnya secara perlahan. Sketsa indah di antara kita memang harus hilang. Berakhir di pembuangan bagian terburuk dalam hidup. Sekali pun kamu pernah mengisi di dalam ruang kosong kehidupan.

Terima kasih dan maaf untuk semuanya, baik yang disengaja maupun tidak. Luar biasa, karena sudah menghentikan aliran komunikasi yang terjalin selama beberapa waktu lalu. Jangan segan membuang muka ketika bertemu kembali. Silahkan pura-pura tidak kenal jika berpapasan. Karena saat kita kembali berhadapan langsung, maka hindari kontak mata. Agar tak mengundang pertanyaan, "apa kabar?" yang akan disertai dengan senyuman rindu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar